Sejarah telah membuktikan kebenaran manusia di dunia, Karena sejarah bicara mengenai kehidupan realistis manusia. Tidakpun manusia hidup di dunia ini lepas dari suatu peristiwa sejarah. Sesaat ketika kita berjalan pasti akan mengingat, bagaimana kita kemarin berjalan atau bagaimana esok kita berjalan disini kembali. Ketika kita sudah memahami itu, pastilah kita mengerti akan arti dari pentingnya sebuah sejarah. Walaupun kita sedikit menyadari atau bahkan tidak pernah menyadari itu, pastilah dibenak kita masa lalu itu penting untuk kita tinjau lebih lanjut. Pendapat itu saya keluarkan bukan maksud saya untuk membaik-baikan sejarah dan itu karena saya mahasiswa sejarah. Sedikitpun tidak pernah ada dibenak saya pemikiran seperti itu dan tulisan ini hanya buah pikiran saya yang selalu berfikir masa lampau untuk masa depan. Dengan demikian maka kita harus bisa memilah-milah sebuah pola pikir yang matang agar kita bisa menyadari hal tersebut dan hanya bukan omongan sesaat yang hanya menonjolkan ilmu yang dikuasainya. Keluar dari hal tersebut, kita dapat melihat tokoh-tokoh revolusioner yang mengharap perubahan demi bangsa yang dicintainya. Mereka dengan gigih bergerak dan selalu mendasari apa yang akan diperbuat demi yang dicita-citakan yaitu perubahan untuk hari esok menjadi lebih baik.
0 Comments
Bila suatu bangsa secara sadar melupakan sejarah, entah apa pun alasannya, maka akan berjalan tanpa arah, terseok-seok, dan akhirnya akan mengalami keruntuhan. Demikianlah negeri ini yang makin melupakan sejarah maka pada saat ini jalannya sudah mulai terseok-seok, kepribadiannya memudar, dan rasa kebangsaannya melemah. Oleh karena itu, keperluan mendesak bagi bangsa ini adalah aktualisasi kesadaran sejarah. Karena kesadaran sejarah mencakup segala cipta, rasa dan karsa yang bersemayam dalam hati nurani. Melalui kesadaran sejarah, mahasiswa pada zamannya memberikan indikasi bahwa mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang lebih jika dibandingkan dengan elemen masyarakat lain. Dan itu membutuhkan satu kesadaran. Kesadaran yang tumbuh dari setiap mahasiswa bahwa ia tidak saja mesti menyelesaikan tugas-tugas akademik di kampus, namun juga mesti mampu menyelesaikan problem-problem sosial kemasyarakatan yang ternyata jauh lebih rumit ketimbang belajar teorinya dan baca buku di dalam kelas. Keseimbangan dua aspek tadi yakni teori dan praktik setidaknya akan membentuk pemahaman yang utuh. Teori saja tanpa praktik adalah omong kosong, dan praktik tanpa teori dikhawatirkan akan caos. Jika kita meneropong dengan kacamata sejarah, mahasiswa memang mempunyai romantisme sejarah yang kuat. Dan hal itu bisa menjadi sumber energi dan juga bisa menjadi beban. Pada setiap zamannya, mahasiswa mempunyai peran yang tidak bisa dianggap remeh. Sejarah telah membuktikan hal itu. Tengoklah misalnya pergerakan nasional tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda, semuanya tidak terlepas dari tokoh-tokoh seperti Muhammad Yamin, Sugondo Joyopuspito, dan mahasiswa-mahasiswa Indonesia lain yang sedang menuntut ilmu di GHS (Geeneskundige Hogere School) maupun di RHS (Recht Hogere School) yang sekarang melebur dan menjadi bagian Universitas Indonesia. Begitu pun pada pergerakan tahun 1945 dan 1966, mahasiswa kembali menorehkan tinta sejarahnya yang masing-masing menghasilkan kemerdekaan Indonesia dan munculnya Orde Baru. Yang paling akhir adalah reformasi 1998 yang berhasil menjatuhkan rezim despotik Orde Baru yang telah "manggung" selama 32 tahun. Kajian tentang dinamika pergerakan mahasiswa merupakan suatu kajian yang tidak akan terputus, ini sangat menarik. Mengapa demikian, pertanyaan sebagian diantara kita. Sungguh suatu kenyataan baik dari perspektif sejarah maupun dalam konteks realita bahwa dinamika pergerakan mahasiswa telah memberikan fenomena yang yang berlangsung terus-menerus seolah tidak berujung. Ada saja yang ditunjukkan oleh pergerakan mahasiswa, yang tidak urung mengundang berbagai reaksi dan gejolak baik yang positif, maupun negatif. Semuanya itu telah mengundang berbagai kontroversi yang seolah juga tidak berujung. Mahasiswa tetap berjuang dengan berbagai atribut yang diembannya dan birokrat atau pihak-pihak yang berkepentingan tetap bertahan dengan berbagai keyakinannya. Hal inilah yang kadang tidak membawa penyelesaian yang produktif. Kesalahan cara memandang gerakan, yakni memandang gerakan hanya dari satu seginya saja, yakni segi yang negatif, bisa mengakibatkan hilangnya arah positif gerakan. Dan bila ini dibiarkan, akan mengakibatkan hancurnya semangat berjuang. Singkatnya: mengakibatkan hancurnya pergerakan itu sendiri. Adalah sungguh salah bila memandang gerakan dari satu seginya saja, apalagi bila bukan merupakan hasil dari kesimpulan dialektika sejarah. Pada saat berjuang biasanya mahasiswa mengusung kata “idealisme” sebagai poros perjuangannya. Mahasiswa tidak mampu menjadi agen perubahan dengan hanya berbekalkan idealisme saja. Idealisme adalah sesuatu yang ideal, dengan kata lain menempatkan sesuatu pada tempatnya,bisa juga dikatakan serasi atau selaras. Merevolusi kesadaran. Itulah sebenarnya yang mesti kita benahi jika masih meyakini bahwa merekonstrusi Idealisme ke arah yang lebih progresif adalah bagian dari salah satu tugas intelektual mahasiswa. Kapan lagi kita bisa memunculkan Soe Hok Gie dan Ahmad Wahib yang "baru"? |
PenulisWinarso "memperbaiki lebih baik dari pada menghujat" Arsip
July 2013
Kategori
All
|